© 2024 — OSIS/PK Bhawikarsu

This website uses cookies to improve your experience. By accessing this website you consent to the use of cookies.

Smanti BlogBhawikarsu Social Outdoor Learning 2019Bhawikarsu Social Outdoor Learning 2019 (B-SOL 2019), kegiatan belajar mengajar di luar kelasBhawikarsu Social Outdoor Learning 2019

Bhawikarsu Social Outdoor Learning 2019 (B-SOL 2019) adalah sebuah kegiatan belajar mengajar di luar kelas tidak hanya bagi siswa tetapi juga para guru untuk menambah wawasan baru. Tentu saja hal ini menjadi suatu penyegaran karena selama ini, misalnya ketika membahas materi peradaban manusia di Indonesia pada abad ke-9 dalam kelas sejarah, siswa dan guru hanya dapat membaca deskripsi Candi Borobudur melalui buku teks dan melihat rupa aslinya di gambar cetak maupun video animasi yang ditayangkan di proyektor. Nah, dengan adanya B-SOL ini, pengalaman menyentuh langsung batu-batu candi yang panas terpanggang matahari pun bisa kita rasakan. Yuk, kita mengenal lebih jauh mengenai B-SOL!

Bhawikarsu Social Outdoor Learning 2019 (B-SOL 2019) ini merupakan yang pertama kali dengan mengusung slogan "Membangun rasa, membangun karsa, membangun Indonesia" dan diikuti oleh seluruh siswa Apprentice of Social Institue (AOSI), sebutan bagi kelas IPS di SMAN 3 Malang, angkatan Abonoe dan Nevosthra yang masing-masing berjumlah 2 kelas serta bapak dan ibu guru pengajar mata pelajaran yang berkaitan dengan rumpun ilmu sosial seperti sejarah, ekonomi, geografi, dan sebagainya.

Sebelum berangkat bersama-sama menggunakan bus pada Rabu malam tanggal 6 November, kami, semua siswa dan guru yang turut dalam rangkaian kegiatan B-SOL 2019 terlebih dahulu berkumpul di area SMAN 3 Malang. Tengah malam hingga Kamis dini hari tanggal 7 November pun kami lalui dengan beristirahat di bus sepanjang perjalanan dari tol ke tol hingga akhirnya sampailah kami di Provinsi Yogyakarta. Sesampainya di sana, kami terlebih dahulu dipersilahkan untuk menunaikan salat subuh bagi yang berkewajiban, kemudian dilanjutkan dengan sarapan dan bersih diri di salah satu rumah makan di Kalasan, Sleman, sebelum menuju ke Universitas Gadjah Mada.

Kami tiba di pelataran Grha Sabha Pramana (GSP), Universitas Gadjah Mada, kurang lebih pada pukul 8. Sembari menunggu jadwal kunjungan ke Fakultas Hukum (FH), kami menyempatkan diri untuk berfoto di anak-anak tangga di depan gedung GSP yang megah, bergantian dengan siswa-siswi dari sekolah lain yang juga berkunjung ke sana. Tidak hanya itu, kami dengan menggunakan seragam putih abu-abu dan jas merah kebanggaan sebagai identitas AOSI juga berfoto di depan gedung Fakultas Ekonomika dan Bisinis (FEB) UGM.

Menelusuri jalan-jalan sepanjang masuk dari pintu gedung FEB, kami pun akhirnya tiba di tujuan yaitu Fakultas Hukum (FH). Di sana, kami diterima di sebuah ruangan khusus oleh Pak Memet (nama panggilan) yang selanjutnya menerangkan lebih banyak kepada kami mengenai UGM dan FH itu sendiri mulai dari fakta-fakta umum seperti kapan berdirinya, ragam cara untuk dapat masuk dan menjadi mahasiswa di sana, hingga dilanjutkan dengan sesi tanya jawab antara Pak Memet dengan para siswa yang berujung pada pembahasan kepastian hukum sampai beasiswa. Di penghujung waktu, Pak Memet sempat menunjukkan kepada kami gedung Law Library (perpustakaan di fakultas hukum) dan mengizinkan kami untuk masuk dan melihat-lihat apa saja yang ada di dalamnya.

Usai mengunjungi UGM, rombongan kami beralih menuju Candi Borobudur di Magelang. Di sana, dapat kami saksikan bersama dengan lebih dekat relief-relief yang mengandung unsur ajaran Buddha Mahayana juga beragam kisah perjalanan Sang Buddha yang mana semakin naik maka semakin sempurna tingkatannya. Keindahan tiap sudut Borobudur dengan reliefnya yang memikat tentu tidak luput membuat kami ingin banyak-banyak mengambil foto.

Perjalanan kami hari itu berakhir di salah satu hotel di Depok, Sleman. Namun, sebelum kami dan para peserta outdoor learning lainnya beranjak untuk rehat di kamar masing-masing, kami terlebih dahulu menghabiskan malam dengan mengakrabkan bersama alumni-alumni SMAN 3 Malang yang tergabung dalam Ikasmariagitma. Sepanjang malam kami lalui dengan mendengar kakak-kakak alumni berbagi kisah mereka dalam mengarungi susah-senang kehidupan selama menetap dan menuntut ilmu di Jogja. Selain itu, kami juga bersama memainkan permainan-permainan menyenangkan yang melipur penat.

Hari kedua di Yogyakarta pada Jum'at, 8 November, kami berangkat bersama pukul 8 menuju destinasi berikutnya yaitu Candi Prambanan di Kecamatan Prambanan yang masih dalam Kabupaten yang sama yaitu Sleman. Di tengah perjalanan, kami sempat singgah di sentra oleh-oleh untuk membeli jajanan khas Jogja yang tentu saja adalah bakpia! Barulah kami kembali lanjut.

Langit Jogja sedang cerah-cerahnya begitu kami sampai di Candi Prambanan, candi terbesar bagi umat Hindu di Indonesia yang dibangun sekitar pertengahan abad ke-9 oleh Wangsa Sanjaya dengan 8 candi utama yang begitu megah dan menjulang. Tiga dari 8 candi utama disebut Candi Trimurti yang diperuntukkan untuk ketiga dewa tertinggi yaitu Wisnu, Brahma, dan Siwa. Candi Prambanan inilah yang sering kita dengarkan sejak kecil legendanya yang bermula dari penolakan cinta Bandung Bondowoso oleh seorang putri bernama Roro Jonggrang yang berakhir dengan dikutuknya putri tersebut menjadi batu candi. Konon katanya, arca Durga Mahisasuramardini, istri siwa, yang berada dalam ruangan utara Candi Siwa adalah jelmaan dari Putri Roro Jonggrong yang dikutuk itu.

Kembali dari kompleks Candi Prambanan, rencananya kami akan menengok masuk ke dalam area keraton untuk menyelisik sejarah Kota Yogyakarta ini mulai dari berdirinya Kesultanan Yogyakarta. Namun, sangat disayangkan jadwal kunjungan ke keraton sudah tutup ketika kami tiba. Kami pun menggunakan cara lain untuk dapat napak tilas sejarah kota tersebut dengan menelusuri jalan-jalan di sekitar keraton sampai ke Jalan Malioboro yang terkenal itu juga blusukan ke Pasar Beringharjo. Pasar Beringharjo sendiri menjual beragam pernak-pernik, kain dan baju batik dengan berbagai motif dan model, serta kudapan khas yang bisa kami dapatkan dengan harga yang amat bersahabat.

Puas jalan-jalan di pusat kota, kami berkumpul untuk makan malam lalu kembali ke hotel. Di malam terakhir di Jogja, kami diberikan kebebasan waktu untuk lebih banyak mengeksplorasi spot-spot di Jogja yang mungkin terlewat dalam rangkaian tur. Kami dalam kelompok-kelompok kecil berkelana hingga ke Tugu, angkringan-angkringan, dan lainnya.

Hari ketiga dalam kegiatan B-SOL tidak lagi mengambil tempat di Yogyakarta, kami berpindah ke Jawa Tengah tepatnya di perusahaan batik Merak Manis yang berlokasi di Laweyan, Surakarta. Di sana kami dapat melihat sendiri proses pembuatan batik mulai dari pengecapan batik cap yang dilakukan manual oleh para pekerja khususnya lelaki sementara yang wanita membuat batik tulis dengan mencanting. Batik-batik tersebut selanjutnya diberi warna terlebih dahulu baru kemudian dikemas dan siap dipasarkan dapat pula dimodel menjadi beragam bentuk pakaian. Kami pun turut mengamati proses penjualan yang dilakukan mencakup sistem pencatatan data keuangan di bagian kasir. Tak luput, kami banyak membeli kain dan baju batik hasil produksi dari industri Batik Merak Manis yang dijajakan di toko untuk dihadiahkan kepada orang tercinta setiba di Malang.

Dari Jawa Tengah kami bergeser ke Jawa Timur, tepatnya di Wonokerto, Kabupaten Ngawi. Di tepi Sungai Bengawan Solo, berdiri sebuah museum yang mengoleksi fosil-fosil manusia dan hewan purba yaitu Trinil. Dari sisi halaman museum, kita dapat melihat lokasi ekskavasi atau penggalian benda purbakala karena lokasinya mepet dengan Sungai Bengawan Solo. Di pelataran museum ini pula dibuat suatu tugu peringatan ditemukannya fosil Pithecanthropus Erectus oleh Eugene Dubois. Sampai di Trinil, berakhirlah seluruh rangkaian kegiatan Bhawikarsu Social Outdoor Learning (B-SOL 2019). Berangkatlah kami pukul 4 sore bersamaan dengan tutupnya museum, kembali ke Malang dan sampai sekitar pukul 9 malam di sekolah kami tercinta.

Walaupun berat bagi kami meninggalkan Yogyakarta yang telah begitu memikat sejak hari pertama kami menjejakkan kaki di sana dan kini harus balik menghadapi rutinitas yaitu sekolah dan lembar-lembar tugas, kami tentu tetap bersemangat agar kelak menjadi generasi muda bangsa yang mampu membangun Indonesia dari sisi sosialnya. Seperti misi utama yang digaungkan dalam slogan B-SOL 2019: Membangun Rasa, Membangun Karsa, Membangun Indonesia!

By Puspita Tanjung (J5)